Truk Rem Blong di Tol Cipularang: Kebiasaan Sopir Jadi Biang Kerok?

Truk Rem Blong di Tol Cipularang: Kebiasaan Sopir Jadi Biang Kerok?

Truk Rem Blong di Tol Cipularang: Kebiasaan Sopir Jadi Biang Kerok?

Kecelakaan maut yang diduga akibat truk mengalami rem blong kembali terjadi di Tol Cipularang, Senin (11/11/2024) sore. Peristiwa ini kembali mengingatkan kita tentang pentingnya kewaspadaan saat berkendara di sekitar truk. Para praktisi keselamatan berkendara selalu menekankan agar pengendara kendaraan yang lebih kecil tidak merasa aman berada di dekat truk.

Terutama di jalan turunan, hindari berada di depan truk. Banyak kasus menunjukkan truk gagal mengerem di turunan. Di tanjakan, usahakan untuk tidak berada di belakang truk dan selalu jaga jarak aman, mengingat beberapa kecelakaan disebabkan oleh truk gagal menanjak.

Selain faktor kondisi jalan, blind spot atau titik yang tidak terlihat oleh sopir truk juga menjadi faktor risiko. Ukuran truk yang besar dan banyak penghalang membuat pengemudi lain sulit terpantau.

Namun, tidak hanya faktor eksternal yang berperan dalam kecelakaan rem blong. Menurut Jusri Pulubuhu, Instruktur & Founder Jakarta Defensive Driving Consulting (JDDC), beberapa kecelakaan akibat rem blong terjadi karena kebiasaan buruk pengemudi truk. Salah satunya adalah kebiasaan menetralkan transmisi di jalan menurun.

"Kebiasaan ini dilakukan untuk mengirit konsumsi BBM," jelas Jusri. "Mereka menganggap saat transmisi dinetralkan, beban kerja mesin jadi ringan, sehingga konsumsi BBM lebih irit. Tapi, perilaku ini sangat konyol dan sangat membahayakan diri mereka, muatan, dan pengguna jalan lain."

Dengan menetralkan transmisi, truk kehilangan bantuan engine brake sehingga hanya mengandalkan service brake atau rem kaki. Penggunaan service brake terus-menerus tanpa bantuan engine brake menyebabkan konstruksi rem menjadi panas dan memicu brake fading, yaitu kegagalan fungsi pengereman.

"Bayangkan, setiap truk besar di Tol Cipularang menetralkan transmisi sehingga lajunya sangat kencang," lanjut Jusri. "Mereka hanya mengandalkan rem kaki untuk memperlambat laju kendaraan. Padahal, truk-truk ini sudah menggunakan full air brake. Dalam sistem full air brake, terdapat sistem pengereman tambahan bernama exhaust brake atau retarder yang berfungsi sebagai engine brake."

Pada kecepatan tinggi di jalan turunan dengan beban berat, momentum kendaraan akan menghasilkan kecepatan yang luar biasa. Rem kaki yang digunakan untuk memperlambat laju kendaraan akan mengalami overheating, sehingga memicu brake fading.

"Ketika rem panas, kemampuannya akan berkurang akibat overheating," jelas Jusri. "Jika konstruksi rem sudah overheat, yang terjadi adalah rem blong."

Pada kecepatan tinggi, masuk gigi dari netral akan menjadi sulit, mengingat sistem transmisi kendaraan besar berbeda dengan mobil kecil.

Kebiasaan menetralkan transmisi di jalan menurun merupakan contoh nyata dari perilaku yang sembrono dan berbahaya. Keinginan untuk menghemat konsumsi BBM justru berpotensi menyebabkan kecelakaan yang merugikan banyak pihak.

Oleh karena itu, edukasi dan penegakan aturan bagi pengemudi truk sangat penting untuk mencegah kecelakaan akibat rem blong. Sopir truk harus diberikan pemahaman tentang bahaya menetralkan transmisi di jalan menurun dan pentingnya menggunakan engine brake.

Selain itu, pemerintah juga harus menindak tegas pengemudi yang melanggar aturan, serta meningkatkan pengawasan terhadap kondisi truk, khususnya sistem rem, untuk memastikan keselamatan berkendara bagi semua pengguna jalan.